Pertanyaan ini memang salah satu momok bagi seorang ibu – sang orang tua tunggal produk perceraian.
Bingung bagaimana menjawabnya, karena sudah pasti jika jawaban tidak memuaskan pasti si kecil akan bolak bolak bertanya dengan pertanyaan yang sama.
Saya pernah mengalaminya. Kala itu saya memang bingung bagaimana menjawabnya. Apakah saya harus berbicara terus terang ataukah mengarang cerita klasik yang diantaranya menyebutkan bahwa papanya pergi jauh atau entah apalah jawabannya yang bersifat menenangkan hati sang anak, tapi ujung ujungnya malah ibu berbohong terhadap sang anak?
Mungkin bagi seorang ibu (baca: janda) yang suaminya meninggal, akan lebih mudah memberikan jawaban yang lebih mengena di hati si kecil. Bagaimana jika sang ibu yang menjadi orang tua tunggal adalah merupakan produk perceraian, dimana papa sang anak masih segar bugar, sehat walafiat malah mungkin tinggal sekota dan sering berjumpa dengan sang anak?
Berbohong? Ooo no way … Tidak masuk dalam kamus saya. Saya memilih untuk berbicara terus terang dan tentu saja dengan bahasa yang mudah dicerna oleh sikecil.
Sekedar sharing,inilah prinsip prinsip yang saya tanamkan kepada sikecil sebagai ancang ancang dan persiapan jika suatu saat pertanyaan seperti di atas keluar dari mulutnya yang mungil, karena cepat atau lambat itu pasti akan terjadi.
Prinsip 1: Menanamkan pada anak bahwa tiap insan merupakan pribadi yang unik, dan pasti akan berbeda satu dengan yang lain bahkan jika mereka saudara kembar sekalipun
Dalam memasukkan konsep ini, saya mengenalkannya dengan pembahasaan yang sederhana, sekiranya dapat dicerna oleh si kecil. Saya dulu pernah mencontohkannya dengan buah apel. Karena kebetulan anak saya senang makan apel, dan mengenal beberapa jenis apel. Saya jelaskan bahwa apel itu walaupun jenisnya sama, nama sama, rasa sama, tetapi tetap memiliki perbedaan, baik dari warna, ukuran, tingkat kematangan dan lain sebagainya. Jika sikecil sudah mulai bisa mencernanya, barulah saya masuk ke materi utama, yakni menghubungkanya dengan kehidupan, bahwa seperti buah apel,setiap orang juga tidak ada yang sama persis, baik fisik, latar belakang, lingkungan dan lain sebagainya. Ada yang dibesarkan sebagai yang mampu, ada yang kurang mampu, juga ada yang dibesarkan dengan orang tua lengkap, ada yang hanya memiiki mama ataupun sebaliknya, bahkan ada yang tidak memiliki orang tua.
Prinsip2 : Menanamkan pada anak, walaupun hanya dibesarkan oleh satu orang tua, tetapi akan tetap dapat merasa aman dan memperoleh kasih sayang yang berkualitas.
Untuk hal ini, analogi yang saya pakai adalah induk dan anak ayam. Saya memang memelihara ayam. Saat saat santai saya mengajak sikecil memperhatikan pola tingkah induk ayam yang menjaga anaknya sendiri tanpa bapak. Saya berusaha memasukkan konsep bahwa sang induk ayam sangat mencintai anaknya, selalu memperhatikan apa yang dimakan anaknya tidak pernah membiarkan anaknya diganggu oleh siapapun dan selalu melindungi anaknya dan jika perlu melindungi dibawah sayapnya dan itupun dilakukan sendiri tanpa bapak. Dalam hal ini saya berusaha menggiring sikecil agar tetap selalu merasa aman walaupun hanya dilindungi oleh sang mama.
Prinsip 3: Mengajarkan kepada anak agar tetap dapat menerima kenyataan
Apapun itu, menurut saya tetap harus menceritakan kenyataan. Jika saatnya tiba, dan sayapun akan menjelaskan padanya bahwa papanya sekarang hidup dengan wanita lain. Penjelasan tetap harus saya tuturkan dengan wajah tegar tanpa linangan air mata. Karena menurut saya, jika anak melihat linangan air mata mamanya, pasti akan mempengaruhi psikologisnya. Jadi semuanya tanpa airmata, sejelek apapun perlakukan papanya terhadap mamanya. Saya juga tetap menanamkan pada anak saya bahwa dia tidak boleh membenci papanya dan keluarga baru papanya karena itu sungguh tidak baik.
Prinsip 4: Selalu menunjukkan kepada anak bahwa ibunya adalah sang mama super banget
Saya beruntung, dilahirkan dengan kemampuan intelegensia yang baik dan orang tua yang selalu mendukung. Jadi selama membesarkan anak, saya juga tetap kuliah. Anak saya tahu itu, dia melihat mamanya serius belajar. Saya belajar anak juga belajar. Saya percaya bahwa kebiasaan itu bisa melekat dalam ‘alam bawah sadar’nya. Anak kecil cenderung meniru lingkungannya. Saya juga selalu menceritakan setiap pencapaian dan prestasi saya padanya. Jadi secara tidak langsung saya mulai menggiring anak saya agar bangga terhadap mamanya. Jadi walaupun tanpa papa dia tetap bangga bawa dibesarkan oleh sang mama super banget.
Prinsip 5: Menanamakan kepada anak bahwa tiap orang punya kelebihan dan kekurangan.
Ini penting, agar secara tidak langsung saya menggiring sikecil bahwa walaupun papanya tidak bersama sama dengan dia, tetapi dia punya mama yang sangat bisa diandakan Disitulah letak kelebihannya dibanding orang lain, walaupun mereka dibesarkan dengan orang tua lengkap
Nah jika prinsip prinsip seperti di atas sudah tertanamkan pada anak, kita menjadi lebih mudah menjawab pertanyannya. Tinggal memoles kalimatnya, karena prinsipnya sudah tertanam dalam hati sang anak. Menurut saya tidak tepat jika menggunakan cara cara doktrin. Tanamkan prinsip prinsip di atas saat sedang dalam suasana santai
So? Semoga sharing ini bisa berguna bagi sobat kaum wanita yang dengan terpaksa harus membesarkan anaknya sendiri tanpa suami. Menyesal menjadi orang tua tunggal? Tidak sama sekali karena itulah jalan yang saya pilih, dan hingga sekarang anak sayapun tetap bangga memiliki mama seperti saya.
0 Response to "Mama, papaku dimana?” – Bagaimana sang ibu - orang tua tunggal menjawabnya? - Catatan sang ibu tunggal produk perceraian"
Posting Komentar